Makalah Puasa

PUASA

Oleh:

Siti Fatimah (112430)

BAB I

PENDAHULUAN

Puasa merupakan  amalan-amalan ibadah  yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu. Bagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan pahala kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai  benteng yang kukuh yang dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan.  Dengan puasa, syahwat yang bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya.

Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan tidak ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan hambanya. Kalau diamati lebih lanjut, ibadah puasa mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani tetapi juga dalam segi lahiri. Barang siapa yang melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran yang besar oleh Allah.

Puasa mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun masyarakat dalam hadits telah disebutkan hal-hal yang terkait dengan puasa seperti halnya mengenai kesehatan dan lain sebagainya. Dalam menjalankan puasa secara tidak langsung telah diajarkan perilaku-perilaku yang baik seperti halnya sabar, bisa mengendalikan diri dan mempunyai tingkah laku yang baik.[1]

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian Puasa

Puasa sendiri berasal dari kata “Shiyam”(صيامٌ  )dan “Shaum” (صَوْمُ ) keduanya adalah bentuk Masdar yang arti menurut bahasanya adalah  “Menahan” dan menurut syara’ ialah menahan dari perkara yang membatalkan puasa, seperti menahan makan, minum, nafsu dengan disertai niat tertentu, pada hari yang dapat dibuat puasa orang Islam, berakal, sehat, suci dari haid dan nifas.[2]

Sedangkan menurut istilah syari’ puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat. Berdasarkan firman Allah swt yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 187

 وكلوا واشربوا حتّى يتبيّن لكم الخيط الا بيض من الحيط الاسود من الفجر…..

Artinya: “… Makan dan minumlah hingga terang  bagimu benang putih dari benang hitam  ketika fajar (Q.S Al-Baqarah: 187)

Sabda Rasulullah Saw :

عن ابن عمر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : اذا اقبل الليل وادبر النها وغابت الشمس فقد افطر الصاءم  (رواه البخارى ومسلم)

Artinya : Dari Ibnu Umar. Ia berkata, “saya telah mendengar nabi Saw, bersabda, “apabila malam datang, siang lenyap, dan matahari telah terbenam, maka sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang puasa”. (HR. Bukhori dan Muslim)[3]

Umat Islam juga dikehendaki  menahan diri dari menipu, mengeluarkan kata-kata buruk , serta bertengkar atau membuat gaduh. Ini karena puasa merupakan medan latihan memupuk kesabaran dan kejujuran.[4]

 

  1. Macam-Macam Puasa

Puasa ada empat macam, yaitu:

  1. Puasa wajib yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kafarat, dan puasa nazar.

Sebagaimana firman Allah swt yang berbunyi :

شهر رمضان الذى انزل فيه القران هدى للنّاس وبيّنارا من الهدى والفرقان، فمن شهد منكم الشهر فليصمه، ومن كان مريضا اوعلى سفر فعدّة من ايّام اخر ……

Artinya : “Bulan ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan  mengenai petunjuk itu dan pembeda (antar hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa dibulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”

     Puasa ramadhan diwajibkan atas tiap-tiap orang mukallaf dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan:

  1. Melihat bulan bagi yang melihatnya sendiri.
  2. Mencakupkan bulan sya’ban 30 hari.
  3. Dengan kabar mutawattir.
  4. Dengan ilmu hisab atau kabar dari ahli hisab.
  5. Puasa sunnah
  6. Puasa senin kamis

Salah satu puasa yang disunnahkan adalah puasa senin kamis seperti Sabda Rasulullah Saw.

عَنْ اَبِي قَتَادَةَ : انَّ رَسُوْلُاللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْاِثْنَيْنِ ؟ فَقَالَ : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ اُنْزِلَ عَلَيّ (رواه البخار)َ

Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Qatadah: Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang puasa hari senin. Kemudian beliau menjawab, “Pada hari itulah aku dilahirkan, dan pada hari itu pula aku mendapatkan wahyu.” (HR. Bukhari)

Keutamaan puasa hari senin kamis adalah bisa menghapus kesalahan dan meninggikan derajat. Memang dua hari tersebut merupakan saat di mana amalan diangkat di hadapan Allah sehingga sangat baik untuk berpuasa saat itu.

  1. Puasa enam hari dalam bulan Syawal. Berdasarkan Nabi Rasulullah Saw.

عن ابى ايوب قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من صام رمضان ثم اتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر (رواه مسلم)

Artinya : “Dari Abu Ayyub. Rasulullah Saw bersabda : barang siapa puasa dalam bulan ramadhan, kemudian ia puasa enam hari dalam puasa syawal, adalah seperti puasa sepanjang masa. (HR. Muslim)

  1. Puasa hari Arafah (tanggal 9 bulan Haji) berdasarkan Rasulullah Saw.

عن ابي قتادة قال النبي صلى الله عليه وسلم : صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة (رواه مسلم)

Artinya : “Dari Abu Qotadah, Nabi Saw telah bersabda : puasa hari Arafah itu menghapus dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu, dan satu tahun yang akan datang.” (HR. Muslim)

 

  1. Puasa bulan Sya’ban

عن عائشة مارايت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر قط الا رمضان وما رايته في شهر اكثر منه صيام في شعبان (رواه البخارى ومسلم)

 

Artinya : “Dari Aisyah, saya tidak melihat Rasulullah Saw. menyempurnakan puasa satu bulan penuh selain dalam bulan ramadhan, dan saya tidak melihat beliau dalam bualan-bualan yang lain berpuasa lebih banyak daripada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)[5]

  1. Puasa makruh, seperti puasa khusus hari jum’at.

Nabi Rasulullah Saw bersabda :

عن جويرية  بنت الحارث، رضي الله عنها : أنّ النّبيّ صلى الله عليه وسلم دخل عليها يوم الجمعة، وهي صائمة، فقال : (أصمت امس ؟). قالت : لا، قال : (تريدين أن تصومي غدا ؟ قالت : لا ، قال : (فأفطري). (رواه البخارى)

Artinya : (Diriwayatkan dari Abu Ayub): Nabi Saw. mengunjungi Juwairiyah binti Al-Harits r.a. pada hari jum’at dan ia (Juwairiyah) sedang berpuasa. Nabi Saw. bertanya kepadanya, “Apakah kau berpuasa kemarin?” Ia menjawab, “Tidak.” Nabi Saw. bertanya lagi, “Apakah kamu berniat puasa besok?” Ia berkata, “Tidak.” Nabi Saw. bersabda, “Kalau begitu berbukalah.” (HR. Bukhori).

  1. Puasa haram, seperti puasa pada hari raya, puasa pada hari tasyrik.

Larangan puasa pada hari raya dan hari tasyrik sudah dijelaskan dalam Sabda Rasulullah Saw.

  1. Hari raya

عَنْ ااَبِى عُبَيْدٍ مَوْلَى ابْنِى اَزْهَرَ قَالَ : شَهِدْتُ الْعِيْدَ مَعَ عُمَرَبْنِ الْخَطَّابِ، فَجَاءَ فَصَلَّى، ثُمَّ انْصَرَفَ، فَخَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ : ,,اِنَّ هذّيْنِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُوْلُاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا : يِوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ وَالْاخَرُ يَوْمٌ تَأْكُلُوْنَ فِيْهِ مِنْ نُسُكِكُمْ. (رواه البخارى)

Artinya : “Diriwayatkan dari Abu ‘Ubaid, Maula Ibn Azhar, saya pernah merayakan hari raya bersama ‘Umar bin Khattab r.a. setelah datang (ke mushola), dia (‘Umar) mengerjakan shalat. Setelah selesai shalat, dia berpidato kepada jama’ah, dia berkata “Sesungguhnya, Rasullah Saw. telah melarang kita berpuasa  pada dua hari ini (hari raya Idul Fitri dan Idul adha) karena pada hari raya Idul Fitri menjadi hari berbuka dari puasa kalian, sedangkan pada hari raya Idul Adha menjadi hari untuk makan daging-daging binatang  kurban kalian”.  (HR. Bukhori)

  1. Hari Tasyrik

Rasulullah Saw. bersabda :

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِى قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ,, اَيَّامُ التَّشْرِيْقِ اَيَّامُ اَكْلٍ وَشُرْبٍ .وَفِى رِوَايَةٍ – َذِكْرٍللهِ،، (رواه البخارى)

Artinya : “Diriwayatkan dari Nubaisyah Al-Hudzali: Rasulullah Saw. bersabda, “Hari raya Tasyriq ialah hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah.” (HR. Bukhori)

  1. Syarat Sah dan Wajib Puasa
  2. Islam
  3. Baligh
  4. Aqil, adalah orang yang tidak berakal ataupun belum baligh maka tidak wajib puasa.
  5. Kuasa mengerjakannya
  6. Suci dari haid, nifas bagi perempuan. Orang yang haid atau nifas tidak sah berpuasa, akan tetapi wajib untuk mengqadanya. Berdasarkan Hadits Nabi Saw :

عن عاءشة كانا نوءمل بقضاء الصوم ولا نوءمل بقضاء الصلاة (رواه البخارى)

Artinya : “Dari Aisyah. Ia berkata, “kami disuruh oleh Rasulullah Saw. mengqada puasa, dan tidak disuruhnya untuk mengqada shalat.” (Riwayat Bukhari)

  1. Pada waktu yang dibolehkan[6]
  2. Rukun Puasa

Rukun puasa yang harus diperhatikan selama berpuasa yaitu :

  1. Niat pada malam harinya.
  2. Menahan diri dari yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
  3. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Yang membatalkan puasa adalah segala perkara yang wajib dijauhi dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari yaitu:

  1. Makan dan minum dengan sengaja. Apabila makan dan minum karena lupa atau tidak sengaja. Maka tidak membatalkan puasa, sebagaimana Rasululllah bersabda

عن أبي هريرة رضي الله عنه ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : إذا نسي فأكل وشرب فليتمّ صومه، فإنّما أطعمه اللهُ وسقاه (رواه البخارى)

Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Nabi Saw. pernah bersabda, “Apabila seseorang (yang sedang berpuasa) makan atau minum karena lupa, maka ia harus melengkapkan (meneruskan) puasanya karena yang telah dimakan atau diminumnya itu adalah pemberian Allah.”(HR. Bukhari)[7]

  1. Bersetubuh dengan sengaja.

Bagi yang melakukannya wajib mengqadanya atau membayar kifarat.

  1. Istimma’, yaitu mengeluarkan sperma. Dengan sengaja maupun tidak, maka puasanya tetap batal.
  2. Muntah dengan sengaja.
  3. Keluar darah haid atau nifas.
  4. Gila.[8]
  5. Sunah-sunah puasa

Didalam berpuasa disunahkan mengerjakan 3 perkara, yaitu :

  1. Cepat-cepat berbuka puasa

عن سهل بن سعد رضي الله عنه : أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : لا يزال النّاس بخير ما عجّلوا الفطر (رواه البخار)

Artinya : Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d r.a.: Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Orang-orang senantiasa dalam kebaikan sepanjang mereka menyegerakan berbuka puasa.”(HR. Bukhari)[9]

          Jika sudah nyata benar matahari terbenam (sudah masuk waktu maghrib). Jika masih dalam keadaan bimbang maka jangan cepat – cepat berbuka. Dan juga disunahkan dalam berbuka itu untuk memakan kurma terlebih dahulu, jika tidak didapat maka boleh dengan minum air.

  1. Mengakhirkan makan sahur

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : تسحّروا، فإنّ في السّحور بركة (رواه البخارى)

Artinya : Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a.: Nabi Saw. pernah bersabda, “Sahurlah karena ada berkah (barakah) didalamnya.” (HR. Bukhari)[10]

Selama sahur itu tidak jatuh dalam waktu bimbang, jika jatuh dalam waktu bimbang maka tidak boleh mengakhirkan sahur. Sahur itu sendiri sudah memperoleh kesunatan hanya dengan makan dan minum sedikit saja dan tidak berlebihan.

  1. Meninggalkan perkataan kotor

Oleh karena itu, orang yang berpuasa dapat menjaga diri dari berbicara bohong, membicarakan diri orang lain yang tidak baik dan lain – lain, seperti gosip, memaki – maki, dll.

Seandainya ada orang yang memaki – maki kepada orang yang sedang puasa, maka hendaknya (ia yang sedang berpuasa) berkata : ( اِنِّى صَا ئِمُ) artinya “Aku sedang berpuasa” sampai 2 atau 3 kali dengan lesannya. Sebagaimana kata Imam Nawawi dalam kitab “Adzkar” atau dengan hatinya sebagaimana pendapat Imam Rafi’i yang dinukilkan dari para Imam kemudian beliau meringkasnya.[11]

  1. Keutamaan puasa

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ,, قَالَ اللهُ عَزَّوَجَلَّ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ اَدَمَ لَهُ اِلَّا الصِّيَامَ، فَاِنَّهُ لِى, وَاَنَا اَجْزِيْ بِهِ، وَالصِّيَامُجُنَّةٌ، فَاِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ اَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَسْخَبْ، فَاِنْ سَابَّهُ اَحَدٌ اَوْقَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ : اِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ, وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ اَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا، اِذَا اَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ وَاِذَا لَقِيَ رَبَّهُ، فَرِحَ بِصَوْمِهِ ،، (رواه البخارى)

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, Semua amal anak adam itu untuk dia sendiri, kecuali puasa karena puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang membalasnya. Puasa itu benteng (pelindung dari siksa neraka). Oleh karena itu, apabila kamu sedang berpuasa, janganlah bersetubuh dan jangan pula berbuat gaduh. Apabila seseorang memakimu atau mengajak bertengkar dengan kamu, katakanlah ‘Sesungguhnya, saya ini sedang berpuasa.’ Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan (kekuasaan)-Nya, bau mulut seseorang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat nanti daripada bau harum kesturi. Selain itu, orang yang berpuasa mendapatkan dua kali kegembiraan, yaitu apabila (saat) berbuka, dia bergembira dengan buka puasanya, dan apabila kelak bertemu dengan Tuhannya, dia bergembira dengan puasanya.” (HR. Bukhari)[12]

       Puasa merupakan ibadah yang dapat membentengi muslim dari api neraka. Puasa juga melatih diri muslim ataupun muslimah untuk bersabar dalam segala hal. Sabar dalam menahan hawa nafsu dan sabar dalam menghadapi masalah hidup. Selain itu, orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan. Pertama yaitu kegembiraan saat waktu berbuka, dan kegembiraan kedua adalah ketika meihat Allah di akhirat kelak.

Keutamaan berpuasa di jalan Allah

عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ الْخُذْريِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ,, مَامِنْ عَبْدٍ يَصُوْمُ يَوْمًا فِى سَبِيْلِ اللهِ، اِلاَّ بَاعَدَ اللهُ بِذ لِكَ  الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا،،

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang hamba Allah, Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka, sejauh jarak perjalanan tujuh puluh tahun karena puasanya satu hari itu.”

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.

Macam-macam puasa ada empat, yaitu puasa wajib, puasa sunnah, puasa makruh, dan puasa haram.

Syarat sah dan wajib puasa adalah Islam, baligh, aqil, kuasa mengerjakannya, suci dari haid, dan pada waktu yang dibolehkan.

Rukun puasa yang harus diperhatikan selama berpuasa yaitu Niat pada malam harinya. Menahan diri dari yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.

Hal-hal yang dapat membatalkan puasa adalah makan dan minum dengan sengaja, bersetubuh dengan sengaja, istimma’, muntah dengan sengaja, keluarnya darah haid atau nifas, dan gila.

Sunnah-sunnah dalam puasa adalah cepat-cepat berbuka puasa, mengakhiri makan sahur, dan meninggalkan perkataan kotor.

Keutamaan puasa adalah orang yang berpuasa mendapatkan dua kali kegembiraan, yaitu apabila (saat) berbuka, dia bergembira dengan buka puasanya, dan apabila kelak bertemu dengan Tuhannya, dia bergembira dengan puasanya. Selain itu ada juga keutamaan puasa yang lain, yaitu Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka, sejauh jarak perjalanan tujuh puluh tahun karena puasanya satu hari itu.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Suyantoaddimawi.blogspot.com/2013/05/fikih-puasa.

Az-Zabidi, Imam. Ringkasan Shahih Al-Bukhari. (2008). PT Mizan Pustaka : Bandung.

Muhammad, Abu Bakar. Terjemahan Subulus Salam. (1991). Penerbit Al-Ikhlas : Surabaya.

Amar, Imron Abu. Fathul Qorib. (1982). Menara Kudus : Kudus.

Rasyid, Sulaiman. Fiqih Islam. (2001). PT Sinar Baru Algensindo : Bandung.

Sudarsono. Pokok-Pokok Hukum Islam. (1987). Rineka Cipta : Bandung.

Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab. (1996). Lentera Basritama Beirut.

Wikipedia.org/wiki/Ibadat-puasa

 

[1] Suyantoaddimawi.blogspot.com/2013/05/fikih-puasa.

[2] Imron Abu Amar, Fathul Qorib, Kudus : Menara Kudus (1982), hal. 182

[3] Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Bandung : PT Sinar Baru Algensindo (2001). Hal. 220

[4] Wikipedia.org/wiki/Ibadat-puasa

[5]Imam Az-Zabidi., Op. Cit., Hal 376

[6] Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Bandung : Rineka cipta (1987). Hal 144

[7] Imam Az-Zabidi, Ringkasan Shahih Al-Bukhari, Bandung : Penerbit Mizan (2008), hal. 370

[8] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab. Penerbit Lentera Basritama Beirut (1996). Hal 162-163

[9] Imam Az-Zabidi., Op. Cit., hal. 373

[10] Imam Az-Zabidi., Op. Cit.,  Hal 369

[11] Imron Abu Amar, Op.Cit., hal. 185

[12] Imam Az-Zabidi., Op. Cit. Hal 363